Thursday, January 27, 2011

Konvergensi IFRS Memberatkan Perusahaan Asuransi?

Dewan Standar Akuntansi Keuangan- Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) menggelar pemaparan publik atau public hearing draft standar akuntansi baru yang berkaitan dengan industri asuransi. Public hearing dilaksanakan di Jakarta, 25 Januari 2011 dan dihadiri kurang lebih oleh 250 peserta dari industry asuransi, akuntan public, profesi aktuari, akademisi dan juga perwakilan-perwakilan perusahaan lainnya.
Exposure Draft standar akuntansi baru yang dipaparkan dalam kesempatan tersebut adalah:
ED PSAK 62 : Kontrak Asuransi
ED PSAK 28 (Revisi 2010): Akuntansi Asuransi Kerugian
ED PSAK 36 (revisi 2010) Akuntansi Asuransi Jiwa
ED PSAK 56: Laba per Saham
ED PPSAK 10: Pencabutan PSAK 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi

Rangkaian public hearing ini merupakan proses konvergensi IFRS yang dilakukan oleh IAI dan ditargetkan selesai pada tahun 2012. ED PSAK 62 mengadopsi standar akuntansi internasional IFRS 4 yang bersifat prinsip atau principle based. Dengan mengadopsi IFRS 4 maka standar akuntansi Indonesia yang mengatur perusahaan asuransi yakni PSAK 28 dan PSAK 36 direvisi agar tidak bertentangan dengan IFRS 4. Revisi untuk PSAK 28 dan PSAK 36 banyak menghapus paragraf-paragraf yang bersifat rule based serupa dengan aturan-aturang yang kaku.
Ludovicus Sensi, anggota DSAK-IAI yang memberikan pemaparan standar akuntansi asuransi mendapatkan banyak komentar mengenai kesiapan industry asuransi dan profesi aktuaris dalam menerapkan standar-standar baru ini pada tahun 2012. “Waktunya sangat sempit apabila diberlakukan pada tahun 2012. Dan apakah para pelaku dan profesi aktuaris siap karena standar ini banyak menuntut penggunaan professional judgement” demikian komentar salah satu peserta public hearing dari perusahaan asuransi yang cukup besar di Indonesia.
“IFRS 4 ini sedang diubah di dewan standar akuntansi internasional. Kita memang pernah bimbang apakah kita mengadopsi IFRS 4 yang saat ini berlaku atau tunggu sampai revisi IFRS 4 nanti dikeluarkan. Namun apabila kita menunggu lebih lama, kesenjangan antara standar akuntansi lokal dan standar akuntansi internasional akan semakin lebar. Sehingga Dewan memutuskan untuk tidak menunda adopsi IFRS 4” Ludovicus Sensi memberikan penjelasan. Ludovicus Sensi juga menambahkan bahwa diskusi mengenai perubahan standar akuntansi ini sudah pernah didiskusikan oleh pihak regulator Bapepam LK dan juga oleh asosiasi industri asuransi selama beberapa bulan terakhir.
Lebih lanjut Rosita Uli Sinaga, Ketua DSAK-IAI yang memimpin jalannya public hearing pada hari tu juga menambahkan bahwa konvergensi IFRS ini sudah terlebih dulu memberikan dampak besar terhadap industry perbankan tahun lalu dengan berlakukan PSAK 50 dan PSAK 55 mengenai instrument keuangan. “kita semua memahami bagaimana beratnya industri perbankan dalam menerapkan PSAK 50 dan PSAK 55. Kalau Industri asuransi tidak mengadopsi IFRS maka akan terbelakang dibandingkan dengan industri keuangan lainnya di Indonesia.Tentunya kita tidak ingin hal ini terjadi” komentar Rosita.
Rencana DSAK untuk mencabut PSAK 51 Akuntansi Kuasi-Reorganisasi juga menuai keberatan. Dudi Kurniawan, praktisi akuntan publik menyatakan bahwa PSAK 51 masih dibutuhkan di Indonesia dan bermanfaat untuk perusahaan yang membutuhkan “fesh-start” accounting setelah rugi akibat krisis moneter beberapa waktu lalu. “Apabila memang tidak bertentangan dengan IFRS sebaiknya PSAK 51 tetap dipertahankan.”
DSAK memutuskan untuk menghapus PSAK 51 karena standar ini merupakan adopsi dari standar akuntansi amerika serikat dan tidak ada standar akuntansi tentang kuasi reorganisasi dalam IFRS. “ Indonesia sudah menjadi sorotan dunia karena target konvergensi IFRS sudah pernah mundur dari target sebelumnya tahun 2008. DSAK harus banyak mengambil keputusan yang sulit seperti misalnya pencabutan PSAK 51 ini. Oleh sebab itulah kami meminta masukan masyarakat dalam kegiatan public hearing ini. Mohon masukan maupun keberatan dapat dikirim ke DSAK agar membantu kami dalam mengambil keputusan” pungkas Rosita Uli Sinaga.

Semua Exposure Draft tersedia dalam situs web IAI www.iaiglobal.or.id dan masukan dapat diemail ke dsak@iaiglobal.or.id.

Tuesday, January 04, 2011

SAK ETAP Efektif 1 Januari 2011: Siapa Yang Peduli?

Sebagian dari tulisan ini pernah dibuat pada majalah Akuntan Indonesia tahun 2009 (bulannya lupa... maaf...)

1 januari 2011 seharusnya menjadi tonggak sejarah baru bagi akuntansi di Indonesia. Pada tanggal tersebut SAK ETAP berlaku efektif. Seharusnya semua entitas tanpa akuntabilitas publik seperti UKM harus memilih apakah menggunakan SAK ETAP atau PSAK umum per 1 januari 2011. Namun sayangnya bahkan keberadaan SAK-ETAP saja banyak yang belum tahu.
Ikatan Akuntan Indonesia sejak Juli 2009 telah meluncurkan standar akuntansi ETAP (SAK-ETAP). Nama standard ini sedikit unik karena exposure draftnya diberi nama Standar Akuntansi UKM (Usaha Kecil dan Menengah), namun mengingat definisi UKM sendiri sering berubah, maka untuk menghindari kerancuan, standard ini diberi nama SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik.
Dengan adanya SAK ETAP, maka perusahaan kecil seperti UKM tidak perlu membuat laporan keuangan dengan menggunakan PSAK umum yang berlaku. Di dalam beberapa hal SAK ETAP memberikan banyak kemudahan untuk perusahaan dibandingkan dengan PSAK dengan ketentuan pelaporan yang lebih kompleks. Perbedaan secara kasat mata dapat dilihat dari ketebalan SAK-ETAP yang hanya sekitar seratus halaman dengan menyajikan 30 bab.
Sesuai dengan ruang lingkup SAK-ETAP maka Standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik yang dimaksud adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
Lebih lanjut ruang lingkup standar ini juga menjelaskan bahwa Entitas dikatakan memiliki akuntabilitas publik signifikan jika : proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi.

Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan standar tersebut. Hal ini dimungkinkan apabila misalnya pihak otoritas berwenang merasa ketentuan pelaporan dengan menggunakan PSAK terlalu tinggi biayanya ataupun terlalu rumit untuk entitas yang mereka awasi.
Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP. Apabila perusahaan memakai SAK-ETAP, maka auditor yang akan melakukan audit di perusahaan tersebut juga akan mengacu kepada SAK-ETAP.
Mengingat kebijakan akuntansi SAK-ETAP di beberapa aspek lebih ringan daripada PSAK, maka ketentuan transisi dalam SAK-ETAP ini cukup ketat. Pada BAB 29 misalnya disebutkan bahwa pada tahun awal penerapan SAK ETAP, yakni 1 January 2011, Entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK ETAP, tetapi berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK ETAP ini untuk penyusunan laporan keuangan berikutnya. Oleh sebab itu per 1 January 2011, perusahaan yang memenuhi definisi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik harus memilih apakah akan tetap menyusun laporan keuangan menggunakan PSAK atau beralih menggunakan SAK-ETAP.
Selanjutnya ketentuan transisi juga menjelaskan bahwa entitas yang menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang boleh menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP. Hal ini misalnya ada perusahaan menengah yang memutuskan menggunakan SAK-ETAP pada tahun 2011, namun kemudian mendaftar menjadi perusahaan public di tahun berikutnya. Entitas tersebut wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK non-ETAP dan tidak diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP ini kembali. Sebaliknya entitas yang sebelumnya menggunakan PSAK non-ETAP dalam menyusun laporan keuangannya dan kemudian memenuhi persyaratan entitas yang dapat menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut dapat menggunakan SAK ETAP ini dalam menyusun laporan keuangan.
Tahun baru 2011 seharusnya menjadi masa penting untuk entitas bisnis di Indonesia dalam mempertimbangkan apakah akan menggunakan SAK ETAP. Namun siapa yang peduli? Ditengah maraknya kemelut sepakbola PSSI melawan LPI, Kasus Gayus, issue mengenai SAK ETAP memang terdengar kurang seksi......