Saturday, February 19, 2011

2011 Tahun Genting untuk Profesi Akuntan dan Investor

Tulisan ini dimuat dalam majalah Akuntan Indonesia edisi Januari 2011

Gelegar suara petasan dan gemerlap kembang api tahun baru telah berlalu. Hiruk pikuk aktivitas tutup buku akhir tahun telah berkurang. Di saat akuntan publik sedang mengalami masa sibuk memeriksa perusahaan klien, akuntan manajemen di dalam perusahaan dipusingkan dengan masalah lain. Pada tanggal 1 Januari 2011, 16 standar akuntansi baru yang diadopsi dari standar akuntansi internasional secara serentak akan berlaku untuk pertama kalinya. Belum pernah dalam sejarah bisnis di Indonesia 16 standar akuntansi baru harus diterapkan secara bersamaan.

Gelombang standar akuntansi baru yang sangat banyak ini merupakan dampak dari rencana konvergensi standar akuntansi internasional (IFRS) yang dicanangkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sejak tahun 2008. Ditargetkan pada tahun 2012, Indonesia akan menerapkan kurang lebih 34 Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) baru yang mengadopsi IFRS. Beberapa standar sudah diterapkan sejak tahun 2008-2009 seperti misalnya PSAK 50 dan PSAK 55 tentang Instrumen keungan yang menghebohkan, 16 standar diterapkan tahun 2011 dan selebihnya tahun 2012.

Akuntan Manajemen Yang Paling Tidak Siap?

Profesi akuntan manajemen yang selama ini di Indonesia sering dipandang tak lebih dari juru catat, tahun ini dan tahun-tahun ke depan akan memegang peranan yang lebih strategis dalam hidup matinya perusahaan. Tahun 2011 adalah tahun genting untuk profesi akuntan terutama yang bekerja pada perusahaan. Akuntan manajemen yang sebelumnya sangat bergantung pada konsultan atau auditor eksternal untuk menjelaskan dampak penerapan standar akuntansi baru kali ini terpaksa harus melecut diri mempelajari dampak dari 16 standar akuntansi baru terhadap bottom line perusahaan. Karena sesungguhnya tidak ada yang lebih mengenal seluk beluk perusahaan dibandingkan para akuntan yang bekerja di dalam perusahaan tersebut. Sehingga sudah sepantasnya analisis dampak PSAK-PSAK baru dilakukan pihak internal dan bukan oleh pihak-pihak eksternal perusahaan. Namun pada kenyataannya, hanya segelintir perusahaan saja yang sudah memiliki IFRS Champion team internal yang solid, mayoritas perusahaan di Indonesia bahkan yang listed sekalipun masih nampak tertatih-tatih mengikuti perubahan regime akuntansi yang berstandar internasional ini.

Sebagai tahun transisi para akuntan manajemen harus melakukan analisis bagaimana dampak 16 standara akuntansi baru ini terhadap laporan keuangan 2010 dan tahun 2011 nanti. Walaupun standar-standar ini baru berlaku untuk laporan keuangan tahun 2011, namun karena laporan keuangan selalu disajikan dengan periode komparatif, maka seharusnya perusahaan juga sudah mulai melakukan proyeksi gambaran laporan keuangan tahun 2010 menggunakan aturan standar-standar baru. Sebelum RUPS dan dividen dari laba tahun 2010 dibagikan, seharusnya perusahaan sudah mengkaji apakah angka laba laporan keuangan 2010 akan serupa bila menggunakan standar-standar baru tersebut. Secara ekstrem bisa saja laba laporan keuangan 2010 akan dikoreksi secara material pada saat perusahaan membuat laporan keuangan 2011.

Sistem informasi akuntansi perusahaan juga seharusnya berbenah. Hal yang sepele saja, apabila perusahaan memiliki goodwill di dalam neraca, maka per 1 Januari 2011 amortisasi terhadap goodwill dihentikan. Persyaratan pengungkapan yang lebih berat pada laporan keuangan 2011 juga seharusnya mempengaruhi sistem informasi akuntansi perusahaan dalam menangkap informasi yang mungkin kelak akan dibutuhkan.

Bagi Investor: Hati-hati dengan Dampak Yang Semu

Laporan keuangan tahun 2011 menuntut perhatian lebih bagi para investor. Penelitian-penelitian pada negara-negara yang telah lebih dulu mengadopsi IFRS menunjukkan bahwa penerapan IFRS mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomi yang diambil oleh manajemen perusahaan. Di Belanda misalnya penerapan IAS 32 (atau PSAK 50 di Indonesia) tahun 2005 membuat 71 % perusahaan yang mengeluarkan saham preferen melakukan buy back atau merubah spesifikasi sahamnya agar tetap bisa diklasifikasikan menjadi equity dan melindungi rasio keuangannya (De Jong, 2006). Atau di Hong Kong yang terkenal dengan industry propertinya, revaluation gain dari aset property berbanding positif dengan kompensasi tunai eksekutif perusahaan setelah IFRS diadopsi, padahal bila revaluasi hasilnya negative kompensasi tunai bagi eksekutif tidak berkurang (Tang 2009).

Angka-angka yang dihasilkan oleh akuntansi mempengaruhi bonus karyawan dan direksi. Hal ini tentunya harus diperhatikan oleh investor karena direksi perusahaan bisa saja mengusulkan bonus berdasarkan pehitungan laba akuntansi yang belum terealisasi. Dengan meningkatnya proporsi mengitungan nilai wajar pada standar akuntansi baru, dan juga penyajian comprehensive income di dalam laba rugi, investor dapat tertipu dengan kinerja perusahaan yang terlihat lebih baik.

Investor, manajer investasi dan analis pasar modal harus memacu dirinya mempelajari standar akuntansi baru yang akan menghasilkan laporan keuangan wajah baru pada tahun 2011. Bukan hanya format pelaporan dan istilah-istilahnya saja yang baru namun beberapa metode pengukuran juga berbeda. Laporan laba rugi menjadi laporan laba rugi komprehensif, kewajiban menjadi liabilitas, hak minoritas disajikan pada kelompok ekuitas adalah sedikit contoh format dan istilah baru yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk pengukuran banyak juga yang berbeda seperti misalnya aset takberwujud sekarang dapat diamortisasi lebih dari 20 tahun bahkan juga bisa tidak diamortisasi bila dirasakan manajamen memiliki umur manfaat tidak terbatas. Jadi untuk perusahaan yang rajin membeli merek milik perusahaan lain bisa jadi laba nya meningkat secara material karena pada tahun 2011 mereklasifikasi merek-merek tersebut menjadi aset takberwujud dengan umur manfaat tidak terbatas dan menghapus amortisasinya.

Selamat datang tahun 2011.


Daftar PSAK yang mulai berlaku tahun 2011. Semuanya diadopsi dari IFRS/IAS dengan judul standar yang sama.

PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan
PSAK 2 Laporan Arus Kas
PSAK 3 Laporan Keuangan Interim
PSAK 4 Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
PSAK 5 Segmen Operasi
PSAK 12 Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
PSAK 7 Pengungkapan Pihak-Pihak yang Berelasi
PSAK 15 Investasi Pada Entitas Asosiasi
PSAK 19 Aset Takberwujud
PSAK 22 Kombinasi Bisnis
PSAK 23 Pendapatan
PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi & Kesalahan
PSAK 48 Penurunan Nilai Aset
PSAK 57 Provisi, Liabilitas Kontijensi & Aset Kontijensi
PSAK 58 Aset Tdk Lancar Yg Dimiliki Untuk Dijual & Operasi Yg Dihentikan
PSAK 8 Peristiwa Setelah Tanggal Neraca

Friday, February 11, 2011

Indonesia Berlari, IASB Berlari Lebih Kencang: Perubahan Besar IFRS 2011 Dan Dampaknya Terhadap Konvergensi IFRS di Indonesia

Tulis ini dimuat dalam majalah Akuntan Indonesia bulan Agustus 2010


Tahun 2010 tinggal tersisa beberapa bulan lagi. Selanjutnya kita akan memasuki tahun 2011. Banyak negara-negara yang sedang dalam proses konvergensi IFRS (seperti Indonesia, Jepang, dan Korea) menahan napas dengan cemas memantau perkembangan IFRS. Tanpa diragukan, akan terjadi perubahan besar-besaran pada pertengahan tahun 2011 nanti dimana akan ada kurang lebih 10 IFRS baru dengan masa berlaku efektif tahun 2013-2015.


Pada bulan Juli 2011, masa kerja Sir. David Tweedie sebagai ketua IASB akan berakhir dan ketua baru akan diangkat. Pada saat ini, IASB sedang dalam masa kritis untuk menyelesaikan semua program kerjanya untuk tahun 2010 dan 2011, terutama program kerja yang merupakan joint project dengan FASB Amerika Serikat. Apabila program kerja yang sudah dijadwalkan tidak selesai, maka ada kemungkinan bahwa project tersebut akan dipeti-eskan dan tidak dilanjutkan karena ketua IASB yang baru mungkin akan memiliki prioritas yang berbeda.


Pada IFRS Conference di Tokyo 28 Juli lalu, Ketua IASB memaparkan ambisinya untuk menyelesaikan 10 program kerja pada tahun 2011 (lihat box 1).


Projects

Target Penyelesaian IFRS

1.

Derecognition

Q2 2011

2

Consolidation

Q4 2010

3

Financial Statement Presentation (OCI)

Q4 2010

4

Liability/Equity


5

Fair Value Measurement

Q1 2011

6

Post-Retirement Benefits

Q1 2011

7

Financial Instruments

Q2 2011

8

Revenue Recognition

Q2 2011

9

Leases

Q2 2011

10

Insurance Contracts

Q2 2011



Q=Quarter/Caturwulan

Kesepuluh program kerja yang ditargetkan, semua Exposure Drafts (ED) sudah diterbitkan oleh IASB, kecuali tahap 3 financial instruments mengenai hedging yang akan diterbitkan pada caturwulan ketiga tahun 2010. Semua IFRS baru tersebut baru akan berlaku paling cepat tahun 2013. IASB masih mencari formula terbaik apakah lebih baik diterapkan serentak semua IFRS yang baru atau secara bertahap.


Rata-rata perubahan dalam ED IFRS tersebut cukup signifikan dibandingkan dengan IFRS/IAS yang saat ini berlaku. Beberapa contoh ED yang cukup kontraversial adalah Revenue, Leases, dan Post Retirement Benefits. Kecepatan IASB merubah standarnya pernah dikeluhkan oleh ketua DSAK, Rosita Uli Sinaga di dalam acara 4th IFRS Regional Policy Forum di Singapura bulan Mei lalu yang dihadiri oleh para petinggi IASB dan perwakilan 20 negara di Asia dan Oceania. “Kami seperti mengejar bayang-bayang.” demikian komentar Ketua DSAK yang diamini oleh banyak perwakilan negara lain.


Tak urung perubahan didalam IFRS tahun depan membuat rencana konvergensi beberapa negara ditinjau ulang. Untuk Indonesia sendiri, DSAK-IAI belum merubah definisi konvergensi yakni konvergensi IFRS 2012 berarti mengadopsi IFRS per versi 1 januari 2009, namun demikian beberapa ED yang telah dikeluarkan oleh DSAK mungkin ditangguhkan pengesahannya karena IFRS nya berubah secara signifikan dan berpotensi membuat ED yang telah dikeluarkan menjadi tidak relevan karena pengaturannya berubah.


Contoh kasus mengenai ini adalah ED PSAK 24 Imbalan Kerja yang di-public-hearing-kan pada tanggal 27 April 2010. Kurang lebih seminggu setalah public hearing, IASB mengeluarkan ED Post Retirement Benefit-Defined Benefit Plans yang berbeda signifikan dengan ED PSAK 24 yang dikeluarkan oleh DSAK. ED yang dikeluarkan IASB akan tutup masa komentarnya pada bulan September. Perubahan ini dilematis karena apabila ED PSAK 24 disahkan untuk berlaku tahun 2012 padahal pada tahun 2013 IFRSnya berubah, tidakkah lebih baik DSAK-IAI menunggu sampai ED IASB disahkan menjadi IFRS? Namun bagaimana bila ED IASB tersebut tidak jadi disahkan menjadi IFRS? Beberapa kali IASB mengeluarkan ED yang berkaitan dengan post employment benefits yang tidak jadi disahkan menjadi IFRS. Pada saat ini DSAK-IAI masih melakukan diskusi dengan asosiasi aktuaris membahas dilema ini.


ED Revenue from Contracts with Customers


Exposure Draft mengenai Revenue diterbitkan bulan Juni 2010 dan berpotensi menimbulkan dilema untuk proses konvergensi IFRS di Indonesia. Pertama apabila ED ini disahkan menjadi IFRS, maka ia akan menarik beberapa standar dan interpretasi yakni IAS 18 Revenue, IAS 11 Construction Contracts, IFRIC 13 Customer Loyalty Programs, IFRIC 15 Agreements for the Constructions of Real Estate, IFRIC 18 Transfers of Asset from Customers dan SIC 31 Revenue-Barter transactions involving advertising services. Standar dan interpretasi yang diganti sudah dimasukkan di dalam ED Revenue yang baru. Sementara itu IFRIC 13 Customer Loyalty Programs baru saja diadopsi menjadi ISAK 10 dan akan berlaku efektif 2011. IAS 11 Construction Contract dan IFRIC 15 juga sudah menjadi program kerja DSAK tahun 2010.


Kedua, secara garis besar ED Revenue yang dikeluarkan oleh IASB merubah definisi pengakuan pendapatan dari “risk and reward notion” menjadi “control notion” dan kontrak yang dimaksud didalam ED bukan berarti kontrak secara tertulis. Skema dibawah ini memberikan gambaran bagaimana pendapatan diakui sesuai dengan ED Revenue yang baru. Hal ini dapat membingungkan para praktisi bisnis di Indonesia yang sudah terbiasa dengan “risk and reward notion”, yakni pendapatan diakui bila risiko dan manfaat sudah ditransfer ke pelanggan.


Satu hal yang menarik adalah hilangnya syarat “highly probable” dalam pengakuan pendapatan. Di dalam IAS 18 Revenue yang saat ini berlaku mensyaratkan pendapatan diakui bila besar manfaat ekonomi dari transaksi akan mengalir ke entitas. Syarat tersebut tidak ada lagi. Namun unsur probabilitas menjadi pertimbangan entitas dalam mengukur pendapatan.


ED Leases


Ketika Discussion Paper (DP) Leasing pertama kali diterbitkan oleh IASB pada Maret 2009, IASB tidak mengatur akuntansi untuk lessor didalam DP tersebut. Namun dalam perkembangannya, IASB mempertimbangkan masukan yang meminta akuntansi untuk lessor juga sebaiknya diatur bersamaan dengan akuntansi untuk lesee. Sehingga ED Leasing yang dikeluarkan IASB pada bulan Agustus 2010 telah lengkap memuat akuntansi untuk Lessee dan Lessor.

Perbedaan mendasar pada Lessee accounting adalah hilangnya operating lease. Semua transaksi leasing akan menimbulkan aset dan liabilitas pada laporan keuangan lessee. Di dalam laporan keuangan Lessee mengakui “hak menggunakan aset” di sisi aset dan “kewajiban pembayaran sewa” di sisi kewajiban. Sementara dari sisi Lessor, IASB memberikan dua pilihan di dalam ED tersebut yakni “Performance Obligation model” dan “Derecognition model”. Dua pilihan ini menimbulkan perdebatan di kalangan standard setter di dunia bahkan di kalangan IASB sendiri karena dinilai apakah memang dua model lebih baik ataukah seharusnya satu model saja untuk Lessor Accounting.


ED Consolidation

Exposure Draft 10 Consolidated Financial Statements dikeluarkan oleh IASB pada bulan Desember 2008. Sampai tulisan ini dibuat ED tersebut belum juga disahkan menjadi IFRS karena masih banyak hal yang perlu diputuskan. Beberapa keputusan IASB cukup jauh berbeda dengan posisi mereka dalam exposure draftnya, misalnya posisi mereka dalam ketentuan apakah perusahaan investasi perlu mengonsolidasi investasinya dalam entitas anak.


Definisi pengendalian di dalam ED diperjelas sehingga memiliki satu konsep (lihat Box 2)

Box 2 Definisi Pengendalian dalam ED yang baru

A reporting entity controls another entity when the reporting entity has the power to direct the activities of that other entity to generate returns for the reporting entity


Di dalam keputusan tentativenya, IASB juga memutuskan bahwa perusahaan investasi tidak perlu mengonsolidasi investasinya dalam entitas anak namun diakui sesuai dengan nilai wajar yang diukur melalui laba rugi. Namun IASB berencana akan membuat beberapa syarat ketat yang akan menjadi kriteria perusahaan investasi. Keputusan ini berbeda dengan pengaturan yang saat ini ada dimana semua entitas



Dengan beberapa perubahan besar yang sedang terjadi di IASB, maka mau tak mau DSAK-IAI harus bekerja keras lagi setelah 2012 untuk mengejar ketertinggalan.