Friday, February 11, 2011

Indonesia Berlari, IASB Berlari Lebih Kencang: Perubahan Besar IFRS 2011 Dan Dampaknya Terhadap Konvergensi IFRS di Indonesia

Tulis ini dimuat dalam majalah Akuntan Indonesia bulan Agustus 2010


Tahun 2010 tinggal tersisa beberapa bulan lagi. Selanjutnya kita akan memasuki tahun 2011. Banyak negara-negara yang sedang dalam proses konvergensi IFRS (seperti Indonesia, Jepang, dan Korea) menahan napas dengan cemas memantau perkembangan IFRS. Tanpa diragukan, akan terjadi perubahan besar-besaran pada pertengahan tahun 2011 nanti dimana akan ada kurang lebih 10 IFRS baru dengan masa berlaku efektif tahun 2013-2015.


Pada bulan Juli 2011, masa kerja Sir. David Tweedie sebagai ketua IASB akan berakhir dan ketua baru akan diangkat. Pada saat ini, IASB sedang dalam masa kritis untuk menyelesaikan semua program kerjanya untuk tahun 2010 dan 2011, terutama program kerja yang merupakan joint project dengan FASB Amerika Serikat. Apabila program kerja yang sudah dijadwalkan tidak selesai, maka ada kemungkinan bahwa project tersebut akan dipeti-eskan dan tidak dilanjutkan karena ketua IASB yang baru mungkin akan memiliki prioritas yang berbeda.


Pada IFRS Conference di Tokyo 28 Juli lalu, Ketua IASB memaparkan ambisinya untuk menyelesaikan 10 program kerja pada tahun 2011 (lihat box 1).


Projects

Target Penyelesaian IFRS

1.

Derecognition

Q2 2011

2

Consolidation

Q4 2010

3

Financial Statement Presentation (OCI)

Q4 2010

4

Liability/Equity


5

Fair Value Measurement

Q1 2011

6

Post-Retirement Benefits

Q1 2011

7

Financial Instruments

Q2 2011

8

Revenue Recognition

Q2 2011

9

Leases

Q2 2011

10

Insurance Contracts

Q2 2011



Q=Quarter/Caturwulan

Kesepuluh program kerja yang ditargetkan, semua Exposure Drafts (ED) sudah diterbitkan oleh IASB, kecuali tahap 3 financial instruments mengenai hedging yang akan diterbitkan pada caturwulan ketiga tahun 2010. Semua IFRS baru tersebut baru akan berlaku paling cepat tahun 2013. IASB masih mencari formula terbaik apakah lebih baik diterapkan serentak semua IFRS yang baru atau secara bertahap.


Rata-rata perubahan dalam ED IFRS tersebut cukup signifikan dibandingkan dengan IFRS/IAS yang saat ini berlaku. Beberapa contoh ED yang cukup kontraversial adalah Revenue, Leases, dan Post Retirement Benefits. Kecepatan IASB merubah standarnya pernah dikeluhkan oleh ketua DSAK, Rosita Uli Sinaga di dalam acara 4th IFRS Regional Policy Forum di Singapura bulan Mei lalu yang dihadiri oleh para petinggi IASB dan perwakilan 20 negara di Asia dan Oceania. “Kami seperti mengejar bayang-bayang.” demikian komentar Ketua DSAK yang diamini oleh banyak perwakilan negara lain.


Tak urung perubahan didalam IFRS tahun depan membuat rencana konvergensi beberapa negara ditinjau ulang. Untuk Indonesia sendiri, DSAK-IAI belum merubah definisi konvergensi yakni konvergensi IFRS 2012 berarti mengadopsi IFRS per versi 1 januari 2009, namun demikian beberapa ED yang telah dikeluarkan oleh DSAK mungkin ditangguhkan pengesahannya karena IFRS nya berubah secara signifikan dan berpotensi membuat ED yang telah dikeluarkan menjadi tidak relevan karena pengaturannya berubah.


Contoh kasus mengenai ini adalah ED PSAK 24 Imbalan Kerja yang di-public-hearing-kan pada tanggal 27 April 2010. Kurang lebih seminggu setalah public hearing, IASB mengeluarkan ED Post Retirement Benefit-Defined Benefit Plans yang berbeda signifikan dengan ED PSAK 24 yang dikeluarkan oleh DSAK. ED yang dikeluarkan IASB akan tutup masa komentarnya pada bulan September. Perubahan ini dilematis karena apabila ED PSAK 24 disahkan untuk berlaku tahun 2012 padahal pada tahun 2013 IFRSnya berubah, tidakkah lebih baik DSAK-IAI menunggu sampai ED IASB disahkan menjadi IFRS? Namun bagaimana bila ED IASB tersebut tidak jadi disahkan menjadi IFRS? Beberapa kali IASB mengeluarkan ED yang berkaitan dengan post employment benefits yang tidak jadi disahkan menjadi IFRS. Pada saat ini DSAK-IAI masih melakukan diskusi dengan asosiasi aktuaris membahas dilema ini.


ED Revenue from Contracts with Customers


Exposure Draft mengenai Revenue diterbitkan bulan Juni 2010 dan berpotensi menimbulkan dilema untuk proses konvergensi IFRS di Indonesia. Pertama apabila ED ini disahkan menjadi IFRS, maka ia akan menarik beberapa standar dan interpretasi yakni IAS 18 Revenue, IAS 11 Construction Contracts, IFRIC 13 Customer Loyalty Programs, IFRIC 15 Agreements for the Constructions of Real Estate, IFRIC 18 Transfers of Asset from Customers dan SIC 31 Revenue-Barter transactions involving advertising services. Standar dan interpretasi yang diganti sudah dimasukkan di dalam ED Revenue yang baru. Sementara itu IFRIC 13 Customer Loyalty Programs baru saja diadopsi menjadi ISAK 10 dan akan berlaku efektif 2011. IAS 11 Construction Contract dan IFRIC 15 juga sudah menjadi program kerja DSAK tahun 2010.


Kedua, secara garis besar ED Revenue yang dikeluarkan oleh IASB merubah definisi pengakuan pendapatan dari “risk and reward notion” menjadi “control notion” dan kontrak yang dimaksud didalam ED bukan berarti kontrak secara tertulis. Skema dibawah ini memberikan gambaran bagaimana pendapatan diakui sesuai dengan ED Revenue yang baru. Hal ini dapat membingungkan para praktisi bisnis di Indonesia yang sudah terbiasa dengan “risk and reward notion”, yakni pendapatan diakui bila risiko dan manfaat sudah ditransfer ke pelanggan.


Satu hal yang menarik adalah hilangnya syarat “highly probable” dalam pengakuan pendapatan. Di dalam IAS 18 Revenue yang saat ini berlaku mensyaratkan pendapatan diakui bila besar manfaat ekonomi dari transaksi akan mengalir ke entitas. Syarat tersebut tidak ada lagi. Namun unsur probabilitas menjadi pertimbangan entitas dalam mengukur pendapatan.


ED Leases


Ketika Discussion Paper (DP) Leasing pertama kali diterbitkan oleh IASB pada Maret 2009, IASB tidak mengatur akuntansi untuk lessor didalam DP tersebut. Namun dalam perkembangannya, IASB mempertimbangkan masukan yang meminta akuntansi untuk lessor juga sebaiknya diatur bersamaan dengan akuntansi untuk lesee. Sehingga ED Leasing yang dikeluarkan IASB pada bulan Agustus 2010 telah lengkap memuat akuntansi untuk Lessee dan Lessor.

Perbedaan mendasar pada Lessee accounting adalah hilangnya operating lease. Semua transaksi leasing akan menimbulkan aset dan liabilitas pada laporan keuangan lessee. Di dalam laporan keuangan Lessee mengakui “hak menggunakan aset” di sisi aset dan “kewajiban pembayaran sewa” di sisi kewajiban. Sementara dari sisi Lessor, IASB memberikan dua pilihan di dalam ED tersebut yakni “Performance Obligation model” dan “Derecognition model”. Dua pilihan ini menimbulkan perdebatan di kalangan standard setter di dunia bahkan di kalangan IASB sendiri karena dinilai apakah memang dua model lebih baik ataukah seharusnya satu model saja untuk Lessor Accounting.


ED Consolidation

Exposure Draft 10 Consolidated Financial Statements dikeluarkan oleh IASB pada bulan Desember 2008. Sampai tulisan ini dibuat ED tersebut belum juga disahkan menjadi IFRS karena masih banyak hal yang perlu diputuskan. Beberapa keputusan IASB cukup jauh berbeda dengan posisi mereka dalam exposure draftnya, misalnya posisi mereka dalam ketentuan apakah perusahaan investasi perlu mengonsolidasi investasinya dalam entitas anak.


Definisi pengendalian di dalam ED diperjelas sehingga memiliki satu konsep (lihat Box 2)

Box 2 Definisi Pengendalian dalam ED yang baru

A reporting entity controls another entity when the reporting entity has the power to direct the activities of that other entity to generate returns for the reporting entity


Di dalam keputusan tentativenya, IASB juga memutuskan bahwa perusahaan investasi tidak perlu mengonsolidasi investasinya dalam entitas anak namun diakui sesuai dengan nilai wajar yang diukur melalui laba rugi. Namun IASB berencana akan membuat beberapa syarat ketat yang akan menjadi kriteria perusahaan investasi. Keputusan ini berbeda dengan pengaturan yang saat ini ada dimana semua entitas



Dengan beberapa perubahan besar yang sedang terjadi di IASB, maka mau tak mau DSAK-IAI harus bekerja keras lagi setelah 2012 untuk mengejar ketertinggalan.

No comments: