is passionate for IFRS Convergence in Indonesia. She is an accounting lecturer of Universitas Padjajaran, Bandung, teaching mostly financial accounting and international accounting courses. She is one of the author for the best seller accounting text book"Principles of Accounting: Indonesia Adaptation". She also an active writer in newspapers and "Akuntan Indonesia" magazine. Currently Ersa is pursuing PhD in Manchester Business School, UK.
Tuesday, August 23, 2011
Kontroversi Laporan Keuangan Interim
Oleh Ersa Tri Wahyuni
Tulisan ini dimuat di Majalah Akuntan Indonesia edisi Agustus 2011
PSAK 3 Laporan Keuangan Interim revisi 2010 telah disahkan oleh DSAK untuk berlaku tahun 2011. Kemunculannya sedikit terlambat dibandingkan dengan rangkaian PSAK-PSAK berbasis IFRS yang keluar sejak tahun 2009 untuk berlaku tahun 2011. Awalnya PSAK 3 ini memang tidak termasuk dalam golongan PSAK yang akan berlaku tahun 2011, namun setelah melihat perubahan PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan yang sangat signifikan maka akan sulit bagi perusahaan untuk membuat laporan keuangan interim 2011 menggunakan model penyajian laporan keuangan yang lama sedangkan laporan keuangan tahunan 2011 harus menggunakan model penyajian laporan keuangan yang baru. Bukankah aneh bila laporan keuanga interim sepanjang tahun 2011 tidak pernah menyajikan pendapatan komprehensif lain lalu kemudian tiba-tiba di akhir tahun 2011 pada laporan keuangan tahunan perusahaan menyajikan pendapatan komprehensif lain.
Oleh sebab itulah PSAK 3 Laporan Keuangan Interim dikeluarkan walaupun sedikit terlambat dibandingkan PSAK-PSAK lainnya yang berlaku 2011. Dengan adanya PSAK 3 yang baru maka laporan keuangan interim dengan laporan keuangan tahunan 2011 diharapkan menjadi lebih konsisten. PSAK 3 telah disahkan oleh DSAK-IAI pada tanggal 22 Oktober 2010 untuk berlaku 1 Januari 2011. Namun mengingat entitas sebenarnya baru membutuhkan PSAK 3 pada saat penyusunan laporan keuangan kuartal 1 tahun 2011 yakni pada Bulan Maret, dianggap waktu yang ada cukup memadai bagi entitas untuk memahami PSAK 3 ini. Apalagi exposure draft dari PSAK 3 ini sudah dipaparkan dalam public hearing tanggal 27 April 2010.
Apa yang berbeda dengan PSAK 3 Sebelumnya?
Definisi periode interim dalam PSAK 3 yang baru menjadi lebih “principle based” yakni Periode pelaporan keuangan yang lebih pendek daripada satu tahun buku penuh. Dengan difinisi ini makan PSAK 3 mencakup laporan keuangan bulanan, kuartalan maupun tengah tahunan. PSAK 3 juga Tidak mengatur entitas mana yang disyaratkan untuk menerbitkan laporan keuangan interim, seberapa sering, atau berapa lama setelah akhir suatu periode interim.
Mengikuti perubahan penyajian dalam PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan, maka laporan keuanagn interim juga menyajikan laporan laba rugi komprehensif. Entitas memiliki pilihan apakah akan menyajikan laporan keuangan secara lengkap atau secara ringkas. Apabila entitas menyajikan secara lengkap maka format laporan keuangan akan serupa dengan laporan keuangan tahunan. Sesuai dengan PSAK 1, entitas juga perlu mengungkapkan kepatuhan terhadap SAK yang berarti entitas mematuhi semua persyaratan di dalam SAK.
Kotraversi Laporan Keuangan Interim
Beberapa hal menjadi perhatian dan diskusi baik di antara penyusun laporan keuangan maupun di kalangan penyusun standar akuntansi. Pertanyaan pertama terkait dengan laporan keuangan komprehensif. Dalam PSAK 3 sebelumnya apabila perusahaan menyusun laporan keuangan interim untuk kuartal ke-3, maka laporan laba rugi disusun dari awal tahun sampai September. Namun dengan PSAK 3 yang baru, tambahan dari itu, perusahaan juga harus menyusun laporan keuangan komprehensif periode Juli-September. Sedangkan apabila entitas memang hanya diwajibkan membuat laporan keuangan enam bulanan, tentunya PSAK 3 hanya mewajibkan membuat laba rugi komprehensif dari Januari sampai Juni.
Praktik yang ada saat ini untuk perusahaan publik, Bapepam LK meminta laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan, namun tidak meminta laporan kuartalan. Sedangkan Bursa Efek Indonesia meminta laporan keuangan tahunan, laporan keuangan tengah tahunan, dan juga laporan keuangan kuartal 1 dan kuartal 3. Entitas kemudian menjadi bingung apakah laporan keuangan tengah tahunan yang diminta oleh Bursa Efek Indonesia berarti adalah laporan keuangan kuartal 2 atau laporan keuangan tengah tahunan? Apabila dianggap sebagai laporan keuangan kuartal 2 maka entitas juga harus melaporkan laba rugi periode April-Juni. Apakah dengan demikian entitas membuat dua laporan, yang ditujukan ke Bapepam LK dan satu lagi yang ditujukan kepada Bursa Efek Indonesia?
Apakah sebenarnya tujuan dari menyajikan dua jenis informasi laba rugi? Ketika memang laporan keuangan kuartalan tersedia bagi investor, selain informasi kinerja perusahaan sejak awal tahun, investor juga ingin mengetahui bagaimana kinerja perusahaan sejak laporan keuangan kuartal sebelumnya. Untuk negara yang empat musim, maka melihat siklus per kuartal dibanding dengan kuartal sebelumnya dapat menjadi signifikan dalam mengambil keputusan. Industri fashion dan retail misalnya memiliki siklus sesuai musim, oleh sebab itu “Spring Collection” atau “Summer Collection biasanya lebih dinanti pemerhati mode dibandingkan “Winter Collection”.
Namun apakah investor di Indonesia, sebagai negara tropis, membutuhkan kinerja per kuartalan? Atau memang investor di Indonesia lebih membutuhkan informasi sejak awal tahun sampai tanggal kuartalan untuk memprediksi profit di akhir tahun? Apakah investor di Indonesia membutuhkan informasi Juli-September untuk kuartal 3 atau sebenarnya lebih membutuhkan informasi Januari-September?
Berbeda dengan di Amerika misalnya dimana puncak belanja masyarakat umumnya adalah waktu thanksgiving dan natal yang terjadi di Bulan November dan Desember, di Indonesia umumnya kita sangat maklum bahwa bulan Ramadhan dan Lebaran adalah puncak konsumsi dan belanja masyarakat. Apakah relevan untuk mengambil keputusan berdasarkan kinerja laporan keuangan kuartalan tahun ini dan tahun sebelumnya, terutama bila lebaran sebenarnya terus bergeser 11 hari?
Interepretasi dari praktik saat ini di Indonesia beragam. Beberapa orang berpendapat untuk laporan keuangan kuartal 3 yang diminta Bursa Efek Indonesia bisa saja dianggap bukan laporan keuangan kuartalan bila judulnya adalah “Laporan Keuangan Januari-September”. Dengan demikian perusahaan tidak perlu menyajikan laporan laba rugi Juni-September. Pendapat kedua, apapun judul laporannya, bila laporan keuangan tengah tahunan tersedia untuk publik maka laporan keuangan September harus menyajikan juga kinerja Juni-September.
Peraturan Bapepam LK VS Bank Indonesia
Belum lagi beberapa pedoman akuntansi yang dibuat oleh regulator belum direvisi sesuai dengan PSAK 1 dan PSAK 3. Jadilah entitas tambah kebingungan. Perbankan misalnya mengeluh bahwa Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia untuk laporan keuangan interim 2011 belum meminta sesuai format PSAK 1. Apakah lalu untuk bank-bank yang publik mereka harus menyerahkan laporan keuangan yang berbeda untuk Bapepam LK dan untuk Bank Indonesia?
Hal ini dilakukan oleh Bank-Bank yang publik. BTPN dan BCA misalnya menerbitkan laporan keuangan dua versi, satu versi Bapepam LK dan satu lagi versi Bank Indonesia. Hal ini tentunya sangat membingungkan publik selain juga menjadi tidak efisien karena perbankan harus iklan di Koran nasional dua kali.
Walaupun terlambat akhirnya Bank Indonesia menerbitkan surat kepada seluruh bank tertatanggal 27 Juli yang diharapkan mampu menjadi jawaban. Bank Indonesia mewajibkan bank mempublikasikan pula laporan keuangan komprehensif. Untuk laporan posisi keuangan (Neraca) Bank juga diminta membuat periode perbandingan selama tiga periode yakni 30 Juni 2011, 31 Desember 2010 dan 30 Juni 2010. Hal ini sebagai langkah kompromi atas persyaratan PSAK 3 dimana laporan posisi keuangan dibandingkan dengan periode akhir tahun sebelumnya (31 Desember 2010) bukan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (31 Juni 2010).
Namun tak urung surat BI ini datang terlambat dan tidak bisa mencegah bank yang mungkin sudah mengirimkan file publikasinya ke koran-koran nasional. Sehingga koran nasional yang terbit setelah tanggal 27 Juli 2011 banyak memuat LKTT perbankan tanpa revisi yang diminta surat BI. Terbit pertanyaan berikutnya, bagaimana bank yang sudah terlanjur mempublikasikan LKTT? Apakah masih perlu menerbitkan LKTT revisian?
Perubahan Kebijakan Akuntansi diantara waktu Interim.
Kontroversi berikutnya adalah mengenai perubahan kebijakan akuntansi di antara waktu interim. Apabila perusahaan melakukan perubahan kebijakan akuntansi secara sukarela (berarti perubahannya bersifat retrospektif), dalam PSAK 3 dikatakan maka perusahaan juga harus menyajikan kembali laporan keuangan interim sebelumnya yang diterbitkan pada periode tahun tersebut dan juga setiap tahun buku lalu yang akan disajikan kembali dalam laporan keuangan tahunan sesuai dengan PSAK 25, kecuali hal ini tidak praktis. Sebagai ilustrasi bila perusahaan membuat perubahan kebijakan sukarela pada bulan agustus 2011, apakah berarti ketika membuat laporan keuangan interim kuartal 3, perusahaan juga harus menyajikan kembali laporan interim kuartal 2 dan kuartal 1 tahun 2011 juga laporan interim kuartal 3,2 dan 1 tahun 2010?
Dampak PSAK 3 terhadap Sistem Informasi Perusahaan
Pun bila seandainya entitas memang diwajibkan membuat laporan keuangan sesuai dengan PSAK 3, hal ini tidak bisa dianggap dari sudut pandang kesiapan sistem informasi perusahaan. Untuk memotret kinerja keuangan antar waktu kuartal (misal Maret-Juni) bukan berarti perusahaan mengurangkan angka-angka bulan Juni dengan angka-angka bulan Maret. Sistem informasi perusahaan harus mampu untuk membuat cut off yang jelas per periode kuartalan untuk mampu menyusun laporan laba rugi kuartalan.
Di dalam PSAK 3 jelas dilarang untuk berusaha melakukan smoothing pendapatan maupun smoothing biaya. Pendapatan yang diterima secara musiman, berulang, atau berkala dalam suatu tahun buku tidak boleh diantisipasi oleh entitas atau ditangguhkan pada tanggal interim, jika antisipasi atau penangguhan tidak akan sesuai pada akhir tahun buku. Beberapa entitas yang secara rutin memang memiliki pendapatan di waktu siklus tertentu (semisal bulan Desember) maka diakui sesuai dengan terjadinya.Keputusan materialitas pengakuan dan pengungkapan didasarkan pada data keuangan interim, sehingga ketergantungan terhadap estimasi menjadi lebih besar dibandingkan laporan keuangan tahunan. Hal ini tentunya perlu ditunjang oleh sistem informasi yang memadai.
Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis, bukan pendapat resmi Ikatan Akuntan Indonesia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment