Sunday, July 11, 2010

Konvergensi IFRS: Mari Menimba Pengalaman dari Singapura


Konvergensi IFRS: Mari Menimba Pengalaman dari Singapura

Tulisan ini dimuat dalam majalah Akuntan Indonesia edisi February 2010

Indonesia yang sudah menetapkan target tahun konvergensi 2012 sebenarnya tidak sendirian di dalam proses konvergensi ini. Banyak negara yang saat ini juga sedang melakukan proses konvergensi IFRS terutama di Asia seperti Malaysia, Jepang dan Singapura. Untuk penerapan IAS 32 dan IAS 39 (PSAK 50/55) mengenai instrumen keuangan misalnya, Malaysia juga menerapkannya mulai tahun 2010 ini sama dengan Indonesia. Singapura sudah menerapkan kedua standar rumit ini sejak tahun 2005.

Tentunya adalah hal yang baik apabila Indonesia menimba pengalaman dari negara lain yang sudah terlebih dulu menerapkan IAS 32/39 terutama untuk mempelajari tantangan-tantangan yang dihadapi para pengguna standar di tahun-tahun awal penerapannya. Untuk itu, Ikatan Akuntan Indonesia berinisiatif untuk mengadakan diskusi dengan Accounting Standard Council Singapura (ASC) juga dengan stakeholders lainnya di Singapura yakni ACRA (Accounting and Corporate Regulatory Authority), patner-partner banking dari Big Four Accounting Firm, dan DBS (bank besar di ASIA berpusat di Singapura).

Inisiatif ini disambut hangat oleh ASC dan ACRA yang kemudian mengatur agar diskusi ini dapat terlaksana. Akhirnya pada tanggal 15 Januari 2010, bertempat di Singapore Management University, diskusi bilateral tersebut terlaksana selama satu hari penuh, sejak pukul 9 pagi sampai 5.30 sore. Selain anggota DSAK-IAI, delegasi dari Indonesia dengan total jumlah 17 orang juga terdiri perwakilan dari Bapepam, Bank Indonesia, tim implementasi IFRS-IAI, IAPI, juga bank-bank BUMN yaitu BRI, Mandiri, BTN, dan BNI.

Kondisi tahun ini di Indonesia serupa dengan kondisi tahun 2005 di Singapura di mana pada saat itu adalah tahun pertama IAS 32/39 berlaku efektif di negara tersebut. Pada saat ini DSAK banyak menerima masukan mengenai ketidaksiapan perbankan dan industri keuangan lainnya dalam menerapkan PSAK 50/55 ini. Oleh sebab itulah diskusi ini menjadi sangat penting karena Indonesia dapat belajar banyak dari pengalaman Singapura.


Persiapan Matang Penerapan IAS 32/39

Perusahaan perbankan di Singapura rata-rata mempersiapkan diri sejak setahun sebelum diberlakukannya standar tersebut. DBS misalnya memiliki tim khusus yang bekerja untuk konvergensi IAS 32/39 sejak tahun 2004. Tim ini bekerja sangat intensif dan rapi mempersiapkan proses konvergensi ini dengan kalendar waktu perencanaan yang matang. DBS tidak membeli sistem IT baru terkait dengan berlakunya standar baru tersebut melainkan melakukan modifikasi atas sistem IT yang saat itu mereka miliki.

“Kami tidak bisa membeli sistem IT baru karena pada tahun 2004 sangat sedikit vendor IT yang sudah memahami IAS 32/39. Literatur dan studi mengenai standar ini juga sangat terbatas. Semua orang di dalam tim harus bekerja keras memahami standar yang rumit ini. Tentunya hal ini sangat berbeda dengan kondisi saat ini dimana sudah banyak sarana-sarana untuk mempelajari IAS 32/39. ” demikian papar Judi Ng, perwakilan dari DBS yang melakukan presentasi pada hari itu. DBS mengakui bahwa salah satu faktor penting kesuksessan tim konvergensi di DBS adalah dukungan penuh dari top management bank tersebut. “menurut kami sangat sulit untuk meraih sukses di dalam konvergensi ini bila top management tidak mendukung anda dari awal. IAS 32/39 bukan hanya issue akuntansi tapi standar ini turut merubah proses bisnis perusahaan. Hal ini yang harus dipahami oleh top management “ jelas Judi. Pendapat Judi ini diamini oleh berberapa wakil bank BUMN. Salah satu perwakilan wakil bank BUMN berbisik kepada penulis, “ini dia nih yang susah di Indonesia. Direksi masih berpikiran ini hanyalah issue accounting. Malah ada salah satu direksi bank BUMN yang masih mengira PSAK 50/55 berlakunya 2012 dan bukan tahun ini. Karena selama ini dia hanya tahu konvergensi IFRS yang dicanangkan IAI adalah tahun 2012. “

DBS juga tidak menapik peran auditor dan konsultan dari Big Four Accounting firm yang sudah mendukung tim konvergensi tersebut. “Saat itu yang memahami IAS 32/39 belumlah banyak, oleh sebab itu kami berusaha mendapatkan semua bantuan yang bisa kami dapatkan.” jelas Judi. Tim konvergensi IFRS yang dibentuk DBS terdiri dari perwakilan-perwakilan semua unit bisnis DBS, dan tim ini juga membua technical consultation desk sebagai muara bertanya bagi staff DBS lain yang memiliki kesulitan ketika menerapkan IAS 32/39 ini.


Perkembangan Konvergensi IFRS di Singapura

Dari semua pengaturan di dalam IAS 32/39, Singapura memilih untuk tidak mengadopsi mengenai pengaturan mengenai collective loan impairment. Sementara pengaturan collective loan impairment inilah yang sebenarnya cukup berat untuk diterapkan oleh para preparers di Indonesia. “Bank di Singapura kan hanya sedikit, nasabahnya juga sedikit, coba bandingkan dengan bank-bank di Indonesia yang nasabahnya puluhan juta.” keluh salah satu bankir BUMN yang menghadiri diskusi tersebut.

Opini audit untuk bank-bank di Singapura pada tahun 2005 juga rata-rata mendapatkan Clean Opinion dengan paragraf penjelasan mengenai tidak diterapkannya persyaratan collective loan impairment, namun paragraf penjelasan tersebut berlaku untuk semua perusahaan. Struktur sifat kredit di Singapura juga sedikit berbeda dengan di Indonesia di mana rata-rata kredit yang dikeluarkan bank adalah kartu kredit sehingga proporsi collective loan sendiri tidak terlalu besar dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan.

Saat ini IASB sudah mengeluarkan IFRS 9 tentang Financial Instrument yang juga menjadi bahan pembicaraan hangat di Indonesia. Dengan hadirnya IFRS 9 banyak yang menyarankan kepada DSAK agar penerapan PSAK 50/55 sebaiknya ditunda karena menunggu sekalian adopsi IFRS 9 yang disinyalir lebih simple daripada IAS 39. Hal ini disanggah oleh salah satu pembicara dari salah satu Big Four di Singapura bahwa IFRS 9 tidak menjamin menjadikan IAS 39 lebih sederhana. IFRS 9 hanya mengatur sebagian kecil saja yakni Financial Asset dan tidak mengatur mengenai financial liabilities. Juga dengan masih berjalannya proses konvergensi IASB dan FASB di masa depan masih akan keluar lagi standar-standar lainnya mengenai instrumen keuangan. Saat ini IFRS 9 berlaku efektif tahun 2013.

Secara keseluruhan konvergensi IFRS di Singapura berjalan dengan baik. Salah satu alasan adalah full support dari Ministry of Finance Singapura yang memberikan dana kepada ASC sehingga mereka dapat memiliki tim teknis yang kuat. Hal tersebut diakui oleh Euleen Goh, ketua ASC saat ini. Banyak penasehat di Divisi Teknis ASC yang juga merupakan secondment dari KAP Big Four negara tersebut yang “dipinjamkan” selama setahun atau dua tahun bekerja untuk ASC. ASC Singapura saat ini memiliki 16 anggota yang merupakan perwakilan dari beberapa stakeholders seperti kantor akuntan publik, pemerintah, akademisi dan juga dari perusahaan besar seperti Temasek. Sama halnya dengan DSAK-IAI, anggota ASC juga volunteer dan mereka tidak dibayar secara profesional sebagai anggota ASC. Singapura juga menargetkan tahun 2012 menjadi tahun target konvergensi penuh IFRS.

Tantangan konvergensi IFRS di indonesia dapat dikatakan lebih berat karena IFRS harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sementara kalau di Singapura tetap menggunakan bahasa inggris. Selain itu sejak dahulu Singapura memang menggunakan standar akuntansi keluaran IASB walaupun banyak juga mengembangkan beberapa standar sendiri yang berbeda dengan IASB (seperti standar untuk charity organisation). Hal ini cukup berbeda dengan Indonesia di mana banyak standar akuntansi yang berbasis US GAAP dengan pendekatan rule based yang kemudian berganti haluan mengikuti IASB.

Satu lagi yang menjadi kesimpulan penting dalam diskusi dua negara tersebut adalah kesepakatan untuk menjalin kerjasama dan komunikasi lebih erat lagi sehingga kedua negara dapat turut berperan lebih aktif dalam pengembangan standar akuntansi internasional. “Kita harus bekerjasama di dalam satu region, terutama apabila kita berkeberatan suatu standar IFRS akan dikeluarkan, agar suara kita ke IASB menjadi lebih kuat.” demikian ungkap Euleen Goh yang juga diamini oleh Rosita Uli Sinaga, ketua DSAK-IAI yang turut hadir dalam diskusi tersebut. (Ersa Tri Wahyuni)


Keterangan foto: Delegasi Indonesia sedang serius mendengarkan pemaparan ASC Singapore

2 comments:

Anonymous said...

wahh... sangat membantu ini informasi nya ... kebetulan saya sedang buat skripsi study kasus psak 50 dan 55 ini di salah satu bank ....

kira'' ibu punya informasi tidak mengenai penelitian yg membahas psak 50 dan 55 ini..
Thx..

osma said...


Do you need a Loan?
Are you looking for Finance?
Are you looking for a Loan to enlarge your business?
I think you have come to the right place.
We offer Loans atlow interest rate.
Interested people should please contact us on
For immediate response to your application, Kindly
reply to this emails below only.
(gregloanoffer@gmail.com)

Please, do provide us with the Following information if interested.
1) Full Name:.........
2) Gender:.........
3) Loan Amount Needed:.........
4) Loan Duration:.........
5) Country:.........
6) Home Address:.........
7) Mobile Number:.........
8)Monthly Income:.....................
9)Occupation:...........................
)Which site did you here about us.....................
Thanks and Best Regards.
(gregloanoffer@gmail.com)